Read more: http://aslam-blogger21.blogspot.com/2013/06/membuat-blog-dikelilingi-kupu-kupu.html#ixzz2WoiXFYrF

Senin, 15 April 2013

Cara Merawat Wajah Berjerawat/Berminyak Secara Tradisional

Cara Merawat Wajah Berjerawat dan Berminyak
Penyakit jerawat biasa terjadi pada remaja muda terutama remaja wanita. Jerawat ini biasanya tidak menimbulkan rasa sakit namun bagi yang mempunyai jerawat biasanya akan risih atau malu saat wajahnya terdapat jerawat yang mengakibatkan tidak percaya diri di depan teman-teman sepergaulan maupun sang pacar sendiri.
Memang bagi para remaja jerawat akan mudah muncul terutama mereka yang jarang merawat dan membersihkan kulit wajahnya. Perawatan sendiri sebenarnya ada banyak cara dari perawatan ringan sendiri sampai perawatan yang mahal misalnya pergi ke salon kecantikan. Intinya agar tidak tumbuh jerawat di wajah yaitu selalu menjaga kebersihan dan mengurangi kadar minyak yang dikeluarkan dari kulit wajah. Penyebab tumbuhnya jerawat:
Ada berbagai penyebab mengapa jerawat bisa muncul di wajah, antara lain: Kurang keluar keringat, dengan berolahraga ringan, maka kemungkinan munculnya jerawat dan komedo bisa dikurangi, karena dengan berolahraga, suhu tubuh meningkat sehingga membuka-pori-pori kulit dan secara tidak langsung minyak dan lemak akan keluar. Pengaruh alkohol yang ada dalam kosmetik. Sebagian besar kosmetik terutama pembersih wajah biasanya mengandung alkohol, ini bertujuan memberikan efek rasa dingin di wajah dan kulit, namun untuk kulit kering malah akan menambah kekeringan.
 Terlalu banyak makan makanan yang mengandung lemak tinggi seperti kacang-kacangan. Kulit muka yang jarang dibersihkan bisa menyebabkan tumbuhnya jerawat, karena terjadi penumpukan kotoran sehingga keringat/lemak tidak bisa keluar dari pori-pori kulit. Tangan yang terlalu sering menyentuh wajah juga bisa mengakibatkan munculnya jerawat, karena bisa saja, tanpa disadari tangan kita mengandung kuman, mengusap-usap wajah sehingga muncul luka yang secara tidak langsung juga menimbulkan infeksi pada jerawat. Jenis Kulit berminyak lebih beresiko terhadap munculnya jerawat karena, kandungan minyak diwajah terus menerus keluar dan menutupi pori-pori kulit. Kandungan minyak lebih mudah membuat debu menempel pada muka, Karena itu disarankan untuk Anda yang mempunyai jenis kulit berminyak pada wajah harus sering-sering membersihkan wajah. Merawat wajah berjerawat secara tradisional. Perawatan kulit wajah, sebenarnya bisa dilakukan sendiri dan tidak perlu memakai jasa salon kecantikan terlebih Anda yang memiliki keuangan terbatas, namun perlu ketelatenan anda kaum wanita untuk mengerjakannya secara rutin. Dan banyak resep warisan nenek moyang yang bisa kita ikuti.
Cara merawat kulit muka terutama yang berjerawat ada dua macam.

1. Yang pertama pembersihan diikuti oleh penyegaran dan perawatan dengan memakai bedak dingin. Perawatan wajah berjerawat pertama Kalau akan tidur setidaknya wajah kita di gosok-gosok dengan menggunakan irisan tomat atau dengan irisan ketimun. Atau yang lebih bagus lagi ketimun yang diparut dan dicampuri dengan sedikit air kemudian disaring dengan kain tipis. Atau anda bisa memblendernya lalu hasil blender tadi diperas menggunakan kain tipis untuk mengambil air perasannya. Air ketimun tersebut terus disapukan pada kulit muka kita dengan kapas sampai merata. Atau anda bisa menambahkan madu sedikit dengan perasan jeruk nipis dan minyak zaitun agar hasilnya lebih baik lagi. Paginya saat sudah bangun tidur kita mencari handuk kecil terus kita masukkan air hangat dan diperas sedikit kemudian diusapkan pada wajah yang telah digosok dengan air ketimun tadi. Air hangat gunanya untuk menghilangkan dan meluluhkan lemak-lemak pada kulit muka. Yang kedua kita mencari handuk kecil lagi kemudian dimasukkan ke dalam air es. Caranya juga sama handuk tersebut diperas sedikit kemudian diusapkan pada wajah yang telah di sapu dengan air hangat tersebut. air es atau air dingin berguna untuk merapatkan kembali pori-pori yang tadi terbuka akibat air hangat.

2. Perawatan kedua Cara perawatan kedua adalah dengan memakai bedak dingin. Bedak dingin sudah terkenal jaman dahulu, terutama oleh gadis-gadis Melayu. Di Kalimantan, khususnya suku Dayak dan Banjar, kebiasaan memakai bedak atau pupur dingin sudah menjadi tradisi. Tidak peduli siang ataupun malam, tujuannya selain untuk melembutkan dan memutihkan wajah juga untuk melindungi kulit dari sinar matahari langsung. Bedak dingin bentuknya ada dua macam yaitu bulat-bulat seperti telur cecak kecil-kecil sedangkan satunya masih merupakan tepung. Untuk cara memakainya bagi yang berbentuk seperti telur cecak ambil dua butir diremas-remas dengan air sedikit kemudian dibedakkan pada kulit muka kalau mau tidur. Bagi bedak yang merupakan tepung ambil setengah sendok teh kecil juga dicampur sedikit air dibedakkan pada kulit muka hingga merata saat hendak tidur. Rasanya pada kulit muka segar, dingin berbau sedap dan harum, karena dari ramuan tradisional. Paginya kulit muka dicuci dengan air biasa.

Senin, 21 Mei 2012

Keanehan-keanehan di Lokasi Jatuhnya Sukhoi

Keanehan-keanehan di Lokasi Jatuhnya Sukhoi 
 
 
 
Sukabumi - Gunung Salak yang berada di dua kabupaten yakni Kabupaten Sukabumi dan Bogor memiliki rahasia-rahasia yang terkadang sulit diterima akal sehat manusia.

     Gunung yang dikenal dengan fenomena alamnya ini ternyata memiliki nilai mistis yang cukup kental dengan ditandai banyak makam keramat yang berada di kawasan gunung, seperti makam keramat Kyai Eyang Santri dan Muhammad Hasan Basri bin Bahaudi bin Mbah Gunung.
Selain itu, di Gunung Salak ini menurut silsilah merupakan tempat bertapa dan bersemayamnya prajurit Padjajaran dan para jawara-jawara yang memiliki ilmu tinggi.
Menurut kisah warga masyarakat sekitar, pernah ditemukan binatang seperti babi hutan yang sangat besar dan warga yang tinggal di sekitar lereng gunung mempercayai adanya ular kuda emas yang merupakan penunggu hutan yang tugas menjaga kelestarian Gunung Salak.
Gunung Salak juga dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai gunung yang memiliki medan magnet mistik yang cukup tinggi dan memiliki daya pesona yang bisa membuat siapa saja yang datang ke sana tertarik dengan daya magisnya, bahkan burung yang melewati Gunung Salak bisa tiba-tiba terjatuh dan mati tanpa penyebab yang pasti.
Juru Kunci Makam Keramat, Mbah Idim Dimyati mengatakan sebenarnya Gunung Salak ini memiliki beberapa keajaiban dan keanehan seperti tingginya yang tidak seberapa dibandingkan dengan Gunung Gede dan Pangrango.
Tetapi ternyata untuk menuju puncak dengan berjalan kaki bisa memakan waktu hingga tujuh jam, padahal untuk mencapai puncak Gunung Gede dan Pangrango hanya memakan waktu paling lama enam jam saja.
"Ini sudah tidak aneh lagi kenapa Gunung Salak merupakan daerah rawan, arti rawan di sini bukan masalah bisa menyebabkan kecelakaan karena benda apapun yang ada di atasnya kerap terjatuh atau seperti tertarik masuk ke kawasan Gunung Salak yang tidak bisa dibayangkan dengan logika," kata Idim yang juga merupakan keturunan dari kuncen Gunung Salak.
Dikaitkan dengan seringnya terjadi kasus pesawat jatuh di Gunung Salak seperti pada peristiwa jatuhnya pesawat komersial Sukhoi Superjet-100 yang jatuh pada Rabu, 9/5 lalu menurut juru kunci yang sudah 20 tahun menjaga makam keramat yang berada di kawasan Gunung Salak sebelum kejadian dirinya sempat melihat ada salah satu makam keramat yang rusak akibat tertimpa kayu.
Namun dirinya tidak mengetahui apakah ada kaitannya dengan rusak salah satu makam tersebut.
Tetapi, dilihat dari jatuhnya pesawat milik Rusia tersebut lokasi jatuhnya tidak jauh dari keberadaan makam keramat, namun dirinya tidak ingin berspekulasi atas peristiwa nahas tersebut .
"Dalam makam keramat tersebut berisi orang-orang yang diyakini suci dan memiliki ilmu yang tinggi, sehingga tidak mungkin meminta tumbal atau apapun, yang jelas ada kekuatan lain yang tidak bisa diceritakan melalui nalar normal manusia," katanya.
Namun yang perlu diketahui, jatuhnya pesawat tersebut berada di lokasi Gunung Sanggul yang merupakan salah satu daerah rawan di Gunung Salak.
"Jangan salah, benda apapun yang melewati gunung ini kerap terjatuh, bahkan burung yang lewat Gunung Sanggul tiba-tiba terjatuh dan mati," katanya.
Peristiwa jatuhnya pesawat kerap terjadi di daerah tersebut, namun dirinya tidak mau menjelaskan secara pasti apa kekuatan yang ada pada daerah itu, seperti jatuhnya pesawat Cessna pada 2011 lalu dan lokasinya tidak jauh dari Gunung Sanggul yang merupakan bagian anak dari Gunung Salak.
Orang biasanya mengaitkan ada pesawat yang lewat jalur tersebut akan jatuh karena ada kekuatan yang menariknya, tetapi dirinya tidak ingin masyarakat mempercayai secara utuh.
Tetapi dari cerita mulut ke mulut Gunung Sanggul merupakan tempat bersemayamnya para sesepuh dan jawara yang memiliki ilmu kanuragan yang sangat tinggi, sehingga dengan kekuatan seperti itu bisa menarik benda apa saja yang ada di atasnya.
"Ini memang masalah kepercayaan dan masih perlu dibuktikan secara ilmiah, " katanya.

Selasa, 17 April 2012

Alat Musik Karo

Alat Musik Karo dan Gendang Karo

Gendang Karo yang umum dilakonkan dalam pesta-pesta adalah gendang lima si dalinen yang menggunakan lima jenis alat musik Karo yaitu:
1. Sarune yang dimainkan oleh "panarune" dengan cara ditiup
2. Gendang Indung yang dimainkan oleh "penggual" pertama, menggunakan 2 buah stick
3. Gendang Anak yang dimainkan oleh "penggual" kedua, menggunakan 2 buah stick
4 & 5 Gong dan Penganak yang dimainkan oleh satu orang saja "simalu gong", dipukul sesuai irama

Pemain gendang Karo ini menjadi satu group terdiri dari 4 orang yang umumnya ditanggap pada saat ada pesta untuk mengiringi tarian Karo yang akan dilakonkan dalam pesta tersebut.
Foto-foto berikut ini menampilkan group penggual dari Tanah Karo (Kabupaten Karo) dalam memainkan alat-alat musik tradisional Karo tersebut. Contoh suara musik ini bisa lihat di http://www.youtube.com/watch?v=SK3b5ssMLhE
Sarune
Gendang Indung & Gendang Anak
Gong
Penganak

Minggu, 15 April 2012

The Special Headdress Of Karo Tell a Story

     Exotic and Unique. That is the proper word for the traditional wedding attire of Batak Karo, North Sumatera. The Characteristic is on its headress. Besides presenting the beauty and exclusivity, this headdress made from ulos was an everyday tradition of the Karo’s society as a protection from the daylight sun shine, or from the night cold wind. For the bride’s appearance, this unique headress as tough has an abilty to tell story.
(Majalah MAHLIGAI edisi ke 5 Juli 2009)
Itulah kalimat pembuka halaman 10 majalah tradisi, pernikahan, dan gaya hidup MAHLIGAI edisi Juli yang saat ini banyak beredar di berbagai toko buku maupun agen koran dan majalah. Di kalimat pembuka itu saja saya sudah menarik kesimpulan adanya kesalahpahaman karena ketidakpahaman.
Budaya Karo tidak mengenal yang namanya Ulos. Apalagi menggunakan ulos dalam pakaian perkawinan tradisional Karo (Ose). Adapun jenis-jenis kain karo/uis terbagi oleh 19 corak : Beka Buluh, Uis Nipes Padang Rusak, Gatip Jongkit, Uis Nipes Benang Iring, Kelam-kelam, Julu, Ragi Mbacang, Jujung-jujungen, Uis Gara Jongkit, Langge-langge, Uis Teba, Uis Pementing, Uis Batu Jala, Uis Arinteneng, Gatip Cukcak, Uis Gara benang emas, Gobar Dibata, Gatip Gawang, dan Uis Perembah.

Di halaman 25, dua pose model yang menggunakan ose Karo membuat kita langsung mengeryitkan dahi. Bukan apa-apa, terutama untuk standar pakaian pengantin pria yang dikenakan oleh model perlu dicermati untuk dikritik. Beka buluh yang dikenakan di bahu dibiarkan tergerai begitu saja. Tidak dilipat seperti lazimnya pria-pria Karo menggunakan beka buluh sebagai tanda-tanda. Dan anehnya di bahu kanan model dibiarkan selembar kain beka buluh tergantung begitu saja tanpa arti. Kain penutup kaki pria dibalut oleh sebuah kain dengan corak yang tidak seharusnya. Selazimnya kain penutup kaki pengantian pria Karo adalah Gatip. Dan semakin tidak lengkap dengan tidak adanya selempang yang digunakan yang biasanya menggunakan uis pementing.
Di halaman 55 diberi tajuk The Wedding Procession of Bataks Customs (Pernikahan adat Batak). Sayangnya di tajuk ini semua sesi digunakan adalah prosesi adat Batak Toba. Sementara sepanjang halaman hampir 90 % adalah foto-foto prosesi perkawinan Karo. Dan di halaman 59 tertulis Kamus Istilah Batak dengan gambar para wanita Karo dengan menggunakan tudung yang saya bisa tebak acara itu di gedung Berlan Matraman, namun di kamus istilah Batak ini tidak ada satupun menggunakan istilah Karo yang diterjemahkan! (semuanya adalah istilah Toba).
Kehadiran majalah MAHLIGAI edisi Juli ini sangat menarik perhatian saya. Terutama saat cover depan yang menampilkan seorang wanita yang memakai pakaian tradisional Karo. Hanya saya sedikit menyayangkan literatur isi dan gambar-gambar yang ditampilkan sama sekali tidak mencerminkan filosofi keaslian adat istiadat Karo itu sendiri. Intinya tampilan majalah ini tidak mencerminkan bahwa Karo sebetulnya punya jati diri sendiri yang tidak mengikat/diikat dengan salah satu etnis Batak.
Entah apa yang ada dipikiran Merdi Sihombing, sang konsultan busana adat Batak di majalah ini. Apakah sang desainer sudah mencari masukan dari para praktisi busana Karo sebelum menampilkan karyanya? Saya pikir pasti tidak.
Kalau saya disuruh untuk menampilkan busana Tapanuli untuk konsumsi majalah sekelas MAHLIGAI yang dikonsumsi publik luar negeri, saya tidak akan berani begitu tanpa saya harus melakukan riset dan konsultasi dari budayawan Tapanuli. Pakaian adat adalah citra sebuah suku dan tidak mungkin kita tampilkan asal-asalan atau dengan alasan dasar sekedar keindahan. Dengan sendiri kita sudah menghancurkan keaslian suku itu dihadapan publik nasional maupun internasional.
Sisi lain, saya cukup bangga dengan tampilan cover majalah ini. Majalah yang dibanderol dengan harga Rp 49.500, atau diluar negeri dijual dengan harga RM 50, S$ 10, US $5 telah menampilkan sebuah keagungan traditional ethnic yang disebut Karo. Kebanggaan itu kembali menguatkan eksistensi suku Karo sebagai kekayaan budaya Nusantara.

Mengapa Sastra Karo Tidak Pernah Laku ?

  
       Mengapa demikian? Suatu alasan sederhana, setiap sesuatu yang berbau Karo selalu susah laku. Terutama jika kita menjualnya pada orang Karo itu sendiri. Tapi tidak pada orang lain (diluar orang Karo). Mungkin hal ini disebabkan orang Karo sendiri menganggap sesuatu tentang Karo adalah kampungan. Atau bahkan bentuk kesadaran orang Karo pada budaya, seni dan alamnya semakin memudar.
Kalau hal ini menjadi acuan, sungguh sangat disayangkan. Untuk itu saya menarik benang merah tentang sastra Karo. Berapa buku yang telah dilahirkan penulis Karo tentang budaya Karo ? Sebenarnya cukup banyak. Kalau kita bisa menyebut beberapa nama lama yang berdedikasi tinggi seperti Sempa Sitepu, Masri Singarimbun, Payung Bangun, Darwan Prinst, Brahma Putro, Dkn P. Sinuraya, R. Tarigan Pekan dsb. Tapi apakah buku-buku yang mereka tulis laku di pasaran ? Maaf adakah pembaca yang bisa membantu untuk memberikan jawaban atas pertanyaan saya di atas ini? Karena pada waktu mereka menulis, saya masih kecil dan belum tahu apa-apa. Terlebih kesadaran akan Karo dan kekaroan itu sendiri. belum terbangun secara maksimal.
Tapi saya akan mencoba menebak. Dan mudah-mudahan tebakan saya tidak salah. Nilai Sastra dan Budaya yang mereka jual tersebut tidaklah terlalu laku. Walaupun laku, pembelinya mungkin di kalangan orang tua yang masih sadar akan budayanya dan orang-orang non Karo yang tertarik untuk mempelajari budaya Karo. Apakah mereka menarik meraih keuntungan besar dari apa yang mereka tulis ? Mereka tentu menggeleng kepala. Kesadaran akan kecintaan terhadap Karo membuat mereka menyumbangkan sebagian pikirannya tanpa pamrih.
Kita cukup bangga punya beberapa penerbit, percetakan & toko buku yang mengeluarkan sastra Karo. Seperti Kesaint Blanc, Ulih Saber, Abdi Karya, Berkat Jaya, Pustaka Soramido dan lain sebagainya. . Tapi apakah buku-buku yang mereka keluarkan habis laku terjual ? Kembali gelengan kepala harus dilakukan.
Satu momentum indah ketika tabloid Sora Mido, Karo Post, Tenah dan Sibayak Post menunjukkan tajinya atas pengembangan & kemajuan masyarakat Karo. Tapi kendala-kendala yang seputaran sirkulasi dan marketing merupakan contoh klasik mengapa “Sastra Karo tidak pernah Laku”. Dan sebagai penulis, saya tidak perlu lagi menggeleng kepala. Karena kata maklum harus segera diucapkan.
Pemilik percetakan Ulih Saber mengatakan pada saya bagaimana perjuangannya menjual tanah miliknya agar bisa memodali percetakan buku-buku budaya Karo. Bahkan dia harus menjual buku tersebut dari jambur ke jambur (baca : door to door) agar orang Karo bisa membelinya. Mendengar keluh kesahnya tersebut, saya tersenyum getir sambil berusaha menahan sembabnya kelopak mata.
Bagaimana perkembangan sastra Karo di tingkat nasional? Sedari kecil saya memang akrab dengan buku. Buku merupakan kekasih saya yang menemani kemanapun saya pergi. Ketika masih mahasiswa di Bandung, saya menghabis berjam-jam di Gramedia Merdeka. Tapi diantara sekian ribu judul buku yang ada, hanya satu penulis yang memakai merga Karo. Yakni Ita Sembiring. Nama itu sangat indah untuk disebut dan diperbincangkan sebagai penghancur tembok bata (istilah ini dari Ita Sembiring sendiri). Walau karyanya berskala nasional, tapi sang kakak tak lupa membubuhkan nama dan lokasi kejadian pada novelnya tentang Karo. Sayangnya, tak semua orang Karo yang tahu siapa Ita Sembiring.
Hampir saya menitik air mata karena haru ketika seorang Martin Perangin-angin yang tahan banting dan tidak peduli untung rugi mengeluarkan bukunya berjudul ” Orang Karo Diantara Orang Batak “. Saya melempar topi keatas (bukan saja mengangkat topi) karena keberhasilan buku essai budaya Karo itu menembus Gramedia seluruh Indonesia. Tentu saja saya tidak bermaksud mengesampingkan beberapa buku tentang Karo lainnya yang banyak beredar di Gramedia Medan.
Di jaman globalisasi ini, sudah banyak orang Karo sudah tidak peduli lagi dengan Kekaroannya. Sebagai kesimpulan, sebagai penulis Karo kita tidak perlu berpikir akan pamrih terhadap pengorbanan yang kita berikan dalam memajukan budaya Karo dalam bentuk tulisan.
Keterpurukan tentu tidak menjadi dasar untuk berhenti menulis walau tulisan itu tidak laku/ditolak. Sebagai orang Karo berpendidikan, ada baiknya kita menanamkan sikap bangga pada budaya kita sendiri, terutama dalam menghargai segala bentuk sastra Karo. Kepekaan dalam membaca sesuatu tentang Karo dapat kita jadikan acuan. . Kalau bukan kita, siapa lagi yang bangga akan sastra Karo. (*** penulis adalah seorang pekerja Sastra Karo. Pendiri sekaligus Sutradara Teater Topeng di Bandung)

Mengenai Saya

Statistik Pengunjung

Biring Ranking